Kenduri Ikan Bakar
Bermula kisah dari seorang tua, Abu Di Panteue berhajat kenduri ikan
bakar. Kenduri hajat itu dihajatkan untuk kemakmuran dan kesejahteraan
negeri. Hanya untuk negeri! Tidak untuk anak-anak negeri!
Maka, setelah segala persiapan bahan, sarana dan prasarana kelengkapan
kenduri, kala senja Ahad itu, panteue Abu mulai berasap. Hilir-mudik para
murid, gelepar ikan meregang nyawa menjelang naik ke api panggang,
suara-suara dan hembusan asap rokok mengerubung wangi suasana kenduri.
Abu Di Panteue menyeringai di sudut panteue. Matanya berbinar mengikuti
gulungan asap dari dapur panggang yang memburai diterbangkan angin.
Sesekali mulutnya mendesah lirih. Lirih sekali.
“Tapi, kenapa harus dikendurikan kemakmuran negeri?!”
Seorang murid terbelalak mendengar desahan itu. Cepat-cepat ia
menggeleng, menganggap Abu telah pikun. Abu masih sangat kuno. Abu
terlalu berlebihan. Maka dengan lantang ia berteriak :
“Kenduri dimulai! Kenduri dimulai! “
Semua terkesiap! Kemudian suasana hening. Semua tak bergeming, tetapi
kemudian serentak tersenyum-senyum. Akhirnya semua terbahak-bahak. Hiruk-
pikuk kenduri jadi huru-hara.
* * *
Kenduri itu jadi sangat ngeri. Amis darah ikan berbaur anyir darah para
murid bergelimang di lantai panteue. Sisa bara api meredup di dapur
panggang. Ujung malam kenduri meremang. Sepi memuncak.
Abu Di Panteue menyamak tangannya yang berlumur darah dengan air tanah.
Percikan sisa darah menguap di tanah air.
Gue Gajah, 10 Juni 2007 ****
Sumber: Serambi Indonesia : Minggu, 24 Juni 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar